• UGM
  • IT Center
  • Perpustakaan Pusat
  • Research
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian
  • Home
  • Tentang Kami
    • sejarah
    • Visi dan Misi
    • Profil Pengurus
      • Plt Kepala PSKP
      • Sekretaris
    • Profil Tim Ahli
    • Profil Peneliti
    • Profil Karyawan
    • Struktur Organisasi
    • Patner
  • Penelitian
  • Kegiatan
    • Workshop
    • Konferensi
    • Pelatihan
    • Diskusi
    • Advokasi
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Monograf
    • Buletin
    • Buku Saku
    • Newslatter
    • Artikel
  • Ruang Pustaka
  • Beranda
  • Opini
  • Defence Reform in Indonesia

Defence Reform in Indonesia

  • Opini
  • 17 March 2017, 08.54
  • Oleh: Admin Jr
  • 0
Selasa, 21 Juli 2009

Moch. Faried Cahyono, menulis soal Reformasi Sektor Keamanan di Indonesia (Defence Reform in Indonesia),  di Brunei Times, 20 Juli 2009. Menurutnya, meskipun dari sisi politik dan hukum reformasi sektor keamanan bisa dikatakan berhasil menggeser tentara tidak lagi bisa aktif di kehidupan politik, sebagaimana disyaratkan sebuah pemerintahan modern, tetapi reformasi tentara sebetulnya belum lagi berhasil, karena mengabaikan pendekatan ekonomi, dimana tentara seharusnya juga dipandang sebagai pelaku ekonomi.

Karena pendekatan ekonomi tidak digunakan dalam reformasi sector keamanan, maka meskipun tentara tidak boleh lagi aktif di politik, dampak kekerasan atas kebijakan itu, masih terus terjadi hingga saat ini. Diantaranya, kekerasan terjadi terus menerus antara anggota polisi (yang mendapat mandat menjaga keamanan) dan tentara (yang semula memegang mandate itu selain mandate pertahanan).

Kekerasan juga muncul dibebereapa daerah, diantaranya di Jayapura beberapa waktu lalu, akibat tidak puasnya anggota kepada komandannya. Juga masalah lain menyangkut rendahnya penganggaran alutista. Dari sisi pendekatan ekonomi, penyelesaian soal ini sebetulnya sederhana. Tentara akan sukarela dipinggirkan dari ranah politik dan bersedia dibarakkan dan hanya mengurusi soal pertahanan Negara, apabila dan hanya bila pembarakan tentara itu disertai pula dengan insentip (kesejahtaraan) yang sama atau lebih baik dibanding yang sebelumnya didapat tentara ketika aktif di politik. Harus dipahami, tentara adalah pelaku ekonomi, Person prajurit membutuhkan pekerjaan untuk mensejahterakan diri dan keluarganya. Manakala soal ini tidak diperhatikan, maka perlawanan tentara yang kehilangan akses politik (dan kesejahteraannya) akan tetap terjadi.(mfc)

Download/Read Opinion (English)
Read (html page): The Brunei Times
Download (pdf): MFC_Defence Reform in Indonesia MFC_Defence Reform in Indonesia (155.68 Kb)

Recent Posts

  • Buku : Dua Menyemai Damai : Peran dan Kontribusi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Perdamaian dan Demokrasi
  • Buku : Pandemi, Konflik, Transformasi : Tantangan Demokrasi dan Inklusi Sosial
  • Buku : Agensi Perempuan Dalam Lingkaran Ekstremisme Kekerasan : Narasi dari Poso, Bima, Lamongan dan Deli Serdang
  • Serial Webinar Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP), UGM
  • [PEACE GOERS FESTIVAL-online] “Damai Itu Keren”
Universitas Gadjah Mada

PUSAT STUDI KEAMANAN DAN PERDAMAIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Sekip K-9 Yogyakarta 55281
email: ps.kp@ugm.ac.id
Telp./Fax : (0274) 520733

© 2017 CSPS Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju