Prospek Perkembangan Sektor Perekonomian dan Upaya Pengentasan Kemiskinan di Papua
Pada tanggal 14 Maret 2018, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM melaksanakan kegiatan Kuliah Umum dengan tema “Papua Update: Socio-Economic Development Perspective”. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara PSKP UGM dengan Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura. Dalam kesempatan ini, PSKP UGM menghadirkan dua pembicara yaitu Julius Ary Mollet, Ph.D. (dosen Fakultas Ekonomi Uncen) dan Dr. Lambang Trijono (dosen Fisipol UGM). Pada kesempatan ini para pembicara mempresentasikan prospek perkembangan sector perekonomian Papua yang menjadi modal utama perkembangan daerah dan masyarakat di Papua dengan menggunakan framework demokrasi, pembangunan dan keamanan.
Papua merupakan bagian yang integral dalam wilayah Asia Pasifik dan mempunyai perang yang penting dalam kawasan ini. Dalam beberapa decade, sector pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Papua sangat bergantung pada hasil pengelolaan sumber daya alam. Pola pembangunan yang sangat bergantung pada hasil alam tentunya mempunyai dampak terutama pada lingkungan. Kerusakan lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dihindari apabila proses pembangunan yang bertumpu pada hasil alam terus dilakukan. Namun, walaupun Papua kaya akan hasil alam, sebagian besar masyarakat Papua masih hidup dalam kemiskinan. Papua dan Papua Barat menempati urutan 1 dan 2 Provinsi termiskin di Indonesia. Ini merupakan suatu ironi mengingat hasil pengelolaan sumber daya alam Papua itu sangat besar. Distribusi pendapatan di Papua masih menunjukkan jurang perbedaan yang signifikan antara kelompok Kaya dan kelompok Miskin.
Untuk mengantisipasi problem kemiskinan di Papua, pemerintah Indonesia melakukan intervensi dengan memberlakukan status otonomi khusus (Otsus) bagi Papua dan memperoleh dana otonomi khusus untuk proses pembangunan di Papua. Dana Otonomi Khusus Papua selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari awal pemberlakuan status Otonomi Khusus (2002-2017), Papua telah memperoleh dana Otsus sebesar 55.9 triliun rupiah. Di samping itu, sejak tahun 2015 Papua juga menerima dana Desa yang diberikan ke seluruh desa di Papua untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup di desa. Namun, banyaknya dana yang diberikan oleh pemerintah pusat belum mampu membawa perbaikan ekonomi yang signifikan dan masalah kemiskinan ekstrim tetap menjadi problem utama di Papua sampai saat ini.
Berdasarkan Situasi ini, Dr. Ari Julius Mollet dan Dr. Lambang Trijono sepakat harus ada perubahan yang radikal dalam sistem pembangunan di Papua, khususnya pada sector ekonomi. Ada beberapa program yang dapat ditingkatkan untuk membantu rakyat Papua keluar dari kemiskinan dan program-program yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Pembangunan perekonomian di Papua tidak hanya bergantung pada hasil pengelolaan hasil alam. Selain kegiatan ini membawa dampak yang buruk bagi lingkungan, ada pula situasi yang menunjukkan bahwa tidak semua orang Papua bisa terlibat dan turut merasakan dampak positive pengelolaan hasil alam di Papua. Hanya segelintir orang yang merasakan hasilnya, sedangkan sebagian besar masyarakat tetap hidup dalam kemiskinan. Program alternative untuk mengantisipasi hal ini adalah sector agrikultur di Papua harus semakin ditingkatkan. Dr. Julius menjelaskan bahwa Papua mempunyai tanah yang subur dan dapat menghasilkan apa saja dari kegiatan pertanian dan perkebunan. Menurut beliau pengembangan perekonomian Papua dengan meningkatkan kegiatan pada sector agrikultur lebih dapat membawa manfaat yang positif bagi masyarakat Papua karena semua masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan pertanian dan perkebunan dan hasil kegiatan olah tanah dapat membawa income yang besar bagi masyarakat.
- Penggunaan dana Otonomi Khusus dan Dana Desa harus tepat sasaran dan sebagian besar digunakan untuk kegiatan produktif, bukan konsumtif. Dalam rentang waktu 17 tahun pemberlakuan dana otonomi khusus, sebagian besar uang dipakai untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif sehingga sebagian besar uang keluar dari Papua. Hal yang sama juga dengan proses penggunaan dana desa di mana sebagian besar uang habis dibelanjakan. Penggunaan dana yang tidak efektif ini menjadi salah satu penyebab masih tingginya tingkat kemiskinan di Papua. Dana Otsus dan Dana Desa sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif sehingga penggunaan dana-dana ini akan membantu usaha peningkatan pendapatan asli daerah.
- Meningkatkan kerjasama pemerintah di Papua baik dari level Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Setiap unsur pemerintahan di Papua harus selalu bersinergi dalam upaya meningkatkan kualitas dalam bidang tata kelola pemerintahan, kualitas kelembagaan dan kohesi sosial. Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten di Papua tidak bisa berjalan sendiri dalam proses pembangunan. Mereka merupakan satu kesatuan dan saling terkait satu dengan lainnya. Jika unsur pemerintahan di Papua dapat meningkatkan kerja sama dan mengesampingkan ego sektoral masing-masing, program pembangunan di Papua dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Hal ini tentunya akan menjadi pendorong bagi perkembangan demokrasi dan keamanan yang merupakan jaminan utama terciptanya kesejateraan dan perdamaian di tanah Papua. Dengan demikian, upaya pengentasan kemiskinan di Papua dapat berjalan dengan baik apabila konsep pembangunan diimplementasikan dengan baik dan tepat guna, konsep demokrasi berkembang dengan signifikan yang ditandai dengan keterwakilan setiap kelompok kepentingan di bidang legislative dan eksekutif, dan juga konsep keamanan selalu dijaga dengan terus meningkatkan kohesi sosial di antara masyarakat Papua.
Pembicara : Julius Ary Mollet, SE, MBA, MTDev, Ph.D (Program Director Master of Economics
Cenderawasih University-Papua Indonesia)
Pembahas : Lambang Trijono, M.A,. Ph.D (Dosen Fisipol UGM)
Moderator : Hendrikus Paulus Kaunang, M.A. (Peneliti PSKP UGM)
Bahan paparan Public Lecture :