Bertempat di Gedung Serbaguna Polda D.I Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 4 April 2018, Direktorat bina Masyarakat (Ditbinmas) Polda D.I Yogyakarta menyelenggarakan Rapat Kerja Teknis dengan tema “Optimalisasi Kualitas Fungsi Binmas Polda D.I Yogyakarta dan Jajaran Dalam Rangka Mendukung Kegiatan Imbangan Pengamanan Pilkada Serentak 2018 dan Pengamanan Pemilu 2019”.
Berperan sebagai narasumber di dalam kegiatan ini adalah Frans Djalong, MA dan Dana Hasibuan dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, materi yang disampaikan di dalam pertemuan ini menceritakan bahwa secara umum kualitas demokrasi di Indonesia hari ini telah bekerja dengan baik. Meski demikian, terdapat beberapa poin-poin hambatan dan tantangan di dalam praktek demokrasi yang masih perlu diperhatikan yakni (i) transformasi penyelenggaraan demokrasi agar tidak menghasilkan pertarungan politik zero-sum game, (ii) pendalaman gagasan pembangunan dan konsolidasi elite politik di dalam mengisi substansi demokrasi dan (iii) peningkatan koordinasi antar instansi dan lembaga negara yang bertanggung jawab di dalam penyelenggaraan maupun pengamanan pemilu. Faktor-faktor ini dipandang sentral bagi pihak keamanan, khususnya kepolisian, sebab berkontribusi di dalam menciptakan kerentanan konflik jika tidak dikelola dengan baik.
Lalu peran seperti apa yang dapat dilakukan oleh kepolisian di dalam mengawal pelaksanaan demokrasi baik di tingkat nasional dan daerah seperti di D.I Yogyakarta? Bertolak dari semangat dan undang-undang hari ini, kinerja kepolisian tidak dapat dipisahkan dari praktek demokrasi dan pembangunan. Ini disebabkan kepolisian telah mengalami pergeseran tugas pokok fungsi menjadi lebih terfokus pada proses penegakan hukum dalam domain masyarakat sipil. Salah satu dampak dari perubahan tersebut adalah kepolisian memiliki legitimasi dan daya jangkau sebenarnya bukan hanya untuk menegakkan hukum tetapi juga mencegah dan memediasi tahapan-tahapan sebelum terjadinya pelanggaran hukum. Di dalam konteks pengamanan demokrasi, formulasi ini merupakan basis bahwa ranah kerja kepolisian tidak hanya sebatas menangani kasus-kasus kecurangan pemilu maupun aksi kekerasan, namun lebih jauh, perlu mengidentifikasi akar masalah kerentanan sosial yang berpotensi menciptakan konflik kekerasan dan mencoba untuk melakukan tindakan preventif.
Dialog dan forum pertemuan antar kelompok masyarakat merupakan salah satu inisiatif awal yang perlu diapresiasi dalam rangka mengimplementasikan upaya untuk mencegah dan memediasi situasi kerentanan politik. Hanya saja, perlu ada langkah strategis untuk mengisi forum-forum dialog tersebut dengan pengetahuan dan wawasan sehingga dapat mengantisipasi eskalasi konflik kekerasan di dalam pesta demokrasi. Di Yogyakarta misalnya, tren konflik kekerasan umumnya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan hubungan lintas agama. Di tengah-tengah gencarnya pembangunan sarana dan prasarana untuk mendukung ekonomi pariwisata, mulai dari hotel, bandara, apartemen, pemukiman mewah, dan mal, masyarakat perlu dilibatkan sedari awal proses perencanaan hingga implementasi dan evaluasi. Pengabaian dan peminggiran aspirasi masyarakat penting untuk digarisbawahi sebab berpotensi menghasilkan perbenturan kepentingan. Begitu juga dengan hubungan lintas iman, eksperimentasi lembaga swadaya masyarakat dengan wacana toleransi telah menunjukkan bahwa paradigma kebebasan tidak produktif di dalam mengelola keberagaman di Indonesia. Alih-alih menurunkan kekerasan, wacana toleransi tampaknya justru meningkatkan intensitas kekerasan meski terfragmentasi dan berskala kecil.
Dua faktor diatas yakni praktek pembangunan dan multikulturalisme adalah dua tantangan utama yang cukup dominan membingkai kerentantan dan potensi kekerasan di Yogyakarta. Dan situasi-situasi dimana sentimen politik dan identitas menguat, seperti dalam penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu, seringkali menjadi momentum yang strategis bagi kerentanan tersebut untuk bertransformasi menjadi konflik kekerasan. Oleh karena itu, hubungan antara keamanan, demokrasi dan pembangunan harus selalu dicermati dalam satu kesatuan apabila hendak mengantisipasi konflik dan menciptakan perdamaian.